run teks

Biarpun Buruk Begini Blogkuini Berharap Bisa Bikin Betah Berselancar Bareng Bloger Brilyan Bumiputra dan Bloger Bule

Balai Bahasa

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sabtu, 15 Januari 2011

Manusia Sudah Jadi Tuhan!


Manusia Sudah Jadi Tuhan!
Oleh Muh Sutrisno
Tindakan anda adalah cermin bagaimana anda melihat dunia.Sementara dunia anda tak lebih luas dari pikiran anda tentang diri anda sendiri. “ (Andi Muzaki/ kumpulan motivasi)
Sangatlah sepakat bahwa dunia yang diciptakan Tuhan ini adalah anugrah terindah bagi makhluk. Anugrah buat semua dengan segala kapasitasnya. Manusia, tumbuhan, hewan, bebatuan bahkan jin. Kesadaran terhadap sesama inilah yang membuat pikiran tidak  kerdil dan sempit. Hidup adalah bagaimana mengelola dan memandang hidup. Hidup dengan manusia lain,hidup dengan binatang , hidup dengan alam sekitar. Satu sama lain ada ikatan yang kuat meski kadang tidak tampak di permukaan. Ada benang merah yang merajut antara manusia dan alam yang melingkupinya. Tak pelak, apalagi sesama manusia. Ikatan bahwa kita satu turunan asal muasalnya adalah keniscayaan. Adam mbah buyut manusia. Entah suku bangsa Eropa, Asia, bahkan Afrika yang legampun adalah satu darah, merah. Jadi apa masalahnya bila kita bersikap positif terhadap sesama. Sebuah sikap yang terbuka , elegan dan familiar. Bahkan Tuhan melarang bila kita  berprasangka buruk terhadap yang lain.
Bahwa setiap individu memiliki keleluasaan terhadap haknya adalah ya.Tetapi perlu diingat bahwa kebebasan hak seseorang haruslah terbelenggu oleh kebebasan orang lain. Titik temunya itulah bentuk kompromistis yang harus dimaklumi tanpa harus disepakati. Sehingga kebebasan hak seseorang akan beriring sejalan dengan kebebasan orang lain dengan sendirinya tanpa ada konflik. Harmonis dalam misi yang sama ,yakni mengendarai dunia ini, meski bentuk kendaraannya beraneka ragam.
Sadar dengan sejatinya manusia adalah langkah tepat. Manusia tak lain adalah manifes Tuhan dalam bentuk setitik ruh yang pernah ditiupkanNya. Ketika itu jasad Adam telah sempurna di mata Tuhan,maka finishingnya dimasukkan ruhKu dengan bahasa Kutiupkan. Entah bagaimana cara meniupkan,yang pasti dalam diri jasadi nabi Adam juga ada ruh yang suci. Maka pantaslah, sesosok bayi pasti akan dilahirkan dalam keadaan fitrah meski hasil perbuatan haram. Bukan bayinya yang haram sehingga digelari anak haram jadah ,tapi perilaku orang tuanyalah yang haram. Namun dalam perkembangannya kelak, ruh suci  putih nan fitrah akan menjadi ternoda, kelam dan penuh dosa seiring dengan pertambahan umur serta perbuatannya. Padahal jika kembali kepada Tuhan kelak, kondisi awal harus dipertahankan. Bisakah kita?
 Inilah yang menyebabkan manusia harus mencari jalan kembali pada Tuhan dengan bentuk yang semula. Manusia butuh pedoman, kompas dan mata arah agar bisa kembali padaNya. Pedoman dari Tuhan alam semesta. Namun, kenyataannya Tuhan adalah gaib. Jauh dari    dimensi maklukNya. Bagaimana ini? Jalan satu-satunya adalah berguru pada generasi terdahulu karena merekalah yang lebih tahu daripada kita yang lahir belakangan. Pada ujung pencarian inilah manusia dihadapkan kepada keyakinan masing-masing. Ada hak untuk memilih pada setiap individu tanpa ada keterpaksaan. Yakin pada kebenaran pedoman yang dipilihnya haruslah mutlak ditanamkan dan dipertahankan. Sedangkan memaksakan keyakinan diri sendiri kepada orang lain adalah sebuah penistaan yang harus diharamkan. Berkacalah pada Tuhan , Dia sendiri hanya memberikan pilihan ,bukan pemaksaan! Indikatornya, Dia ciptakan dan hidupkan syaitan pada dunia ini. Lha, kalau mau dari awal sudah dibunuhNya dan tidak dibiarkan menggoda manusia. Lalu pertanyaannya: Bagaimana bisa kita sebagai manusia –makhluk Tuhan- bisa bersikap melebihi Tuhan. Lalu apa bedanya dengan fir’aun yang ingin setara dengan sang penciptaNya?  Men-sweeping, menangkapi, menyiksa  mereka yang tidak seiman dengannya? 
Mestinya kita harus bersikap bahwa apapun yang dipilih dan diyakini adalah sebuah konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan oleh masing-masing. Sebab kebenaran sejati hanya milik Tuhan semata sedang kebenaran  manusia adalah kebenaran semu. Benar di mata manusia belum tentu sebenar-benar maksud Tuhan. Contoh hal kecil saja kita akan beragam. Air bersih seistilah kerbau adalah di kubangan. Bagi orang awam,sumur jawabannya. Yang berpendidikan mengatakan air yang sudah direbus. Sedang dokter meyatakan air sulinglah yang murni dan steril. Siapa yang salah? Siapakah yang benar? Salah kalau kita mensejajarkan sikap dan simpulan kerbau dengan dokter . Keyakinan kerbau dan dokter tidak perlu dipertentangkan apalagi dipaksakan pada satu sama lain. Yang benar adalah bahwa kerbau, orang awam ataupun dokter punya perpektif masing-masing beserta pertanggungjawaban sesuai kapasitas masing-masing. Oleh karena itu janganlah selalu bersikap bahwa harus putih semua isi dunia ini. Karena sudah pasti telah ada yang merah, hitam bahkan abu-abu. Dunia , alam semesta beserta isinya adalah lukisan Tuhan sebagai  Sang Maestro jagad raya. Ini adalah takdir. Lihatlah dunia sebagai anugerah yang harus dibagi kepada yang lain dengan kasih sayang dan kedamaian. Maka Tuhan dengan sifat rahman dan rahimNya akan melihat semua makhluk ciptaanNya dengan tatapan sepenuh kasih sayang. Karena makhluk diciptakan atas kasih sayangNya bukan oleh kemurkaanNya,apapun bentuknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar